Rancang Dana Pendidikan si Buah Hati

MAHALNYA biaya pendidikan menuntut orangtua pandai-pandai merencanakan pendidikan si buah hati. Selain menabung, asuransi pendidikan menjadi pilihan terbaik.

Yovian tertunduk lemas di beranda depan rumahnya. Sesekali remaja yang baru lulus SMA tersebut menggelengkan kepala karena sedih. Air mata menggenang di pelupuk matanya, tanda kesedihan benar-benar mendera. Ternyata yang membuat Yovian tidak bersemangat sore itu adalah perkataan ibunya pagi tadi, yang mengatakan dia tidak bisa melanjutkan kuliah di universitas idaman. Alasannya jelas, biaya pendidikan yang tidak terjangkau.

Namun, kejadian seperti si buah hati putus sekolah, tidak bisa melanjutkan ke universitas karena tidak ada biaya, tidak akan terjadi jika jauh-jauh hari orangtua telah merencanakan keuangan untuk pendidikan anak-anak. Perencanaan biaya pendidikan bisa dilakukan seperti menabung, investasi pada perhiasan atau mengikuti asuransi pendidikan yang tepat.

Sangat pentingnya pendidikan, sehingga apa pun bisa dilakukan dari menjual benda-benda berharga milik keluarga ataupun meminjam uang kepada tetangga hanya untuk membayar uang pendaftaran sekolah atau universitas.

Memang pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Tanpa pendidikan, tidak seorang pun bisa mendapatkan peluang yang bagus di dunia kerja. Apalagi di tengah persaingan yang semakin lama semakin ketat.

Bagi keluarga yang lebih bijaksana menyikapi mahalnya biaya pendidikan, dana pendidikan untuk masa depan anak-anak sudah mulai dianggarkan bahkan sejak buah hati belum terlahir. Setidaknya itulah yang dilakukan keluarga Sumardjo Wiguna bersama istri, Wiwit Permana. Jauh-jauh hari, walaupun putra pasangan ini masih berusia 12 tahun, pasangan ini telah menguruskan asuransi pendidikan ke luar negeri untuk putranya, Khusni Alamsyah.

"Kalau dilihat pendidikan sekarang yang sangat mahal, keluarga-keluarga di Indonesia harus pandai menyikapinya. Bayangkan saja untuk mendaftar di TK saja biaya bisa mencapai jutaan," kata pria yang juga pengusaha yang bergerak di bidang kuliner tersebut.

Menurut Sumardjo, banyak cara bisa dilakukan untuk mempersiapkan biaya pendidikan si buah hati. Semuanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Salah satu solusinya adalah mengikuti program asuransi pendidikan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi jiwa.

"Banyak sekali jenis asuransi sekarang. Sebagai konsumen, tentulah kita harus pandai-pandai memilih produk asuransi pendidikan dan perusahaan asuransi yang tepercaya," tambahnya.

Berbeda dengan Sunardjo, pegawai negeri dengan dua buah hati, Alviani Khodijah, mengaku lebih suka mengumpulkan dana untuk pendidikan anak-anaknya di bank. "Untuk sekarang saya merasa belum sepenuhnya percaya pada asuransi pendidikan. Namun, saya tetap akan mencari asuransi terbaik bagi anak saya. Kalau sekarang belum ada yang menarik," terang Alviani.

Selain menyimpan dana di bank, Alviani mengaku juga suka menginvestasikan dana yang dimilikinya dengan membeli benda-benda berharga seperti perhiasan emas.

"Memang di bank lebih aman, tapi dengan investasi lewat benda berharga kita juga bisa menjualnya jika suatu ketika harganya naik, jadi ada untungnya," tutur wanita berkacamata ini. Selain menggemari menginvestasikan dana lewat benda-benda berharga, Alviani juga mengaku menginvestasikan dana yang dimilikinya dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD).

Selain harganya yang sering kali naik dengan investasi lewat USD, keuntungan yang didapat biasanya lebih banyak. "Ketika kurs USD lebih tinggi daripada Rupiah di saat itulah kita menjual USD yang kita miliki. Paling kurang bisa menabung untuk pendidikan anak," tambahnya.

Investasi apa pun yang dilakukan, tentu saja akan memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing. Yang jelas, jika investasi dilakukan dengan menyimpan uang di bank, dana yang dimasukkan tidak akan berkurang. Ini karena hasil investasi tabungan bersifat pasti.

Namun, kekurangannya adalah jika menabung secara rutin setiap bulan, maka bila meninggal dunia, setoran tabungan rutin yang biasa dilakukan terancam berhenti.

Sebagai contoh, menabung sebesar Rp200.000 per bulan ke tabungan yang bersumber dari penghasilan setiap bulannya. Apabila yang menabung meninggal dunia, maka penghasilan akan berhenti. Bila penghasilan berhenti, berhenti pulalah setoran sebesar Rp200.000 dan dana anggaran pendidikan anak akan terhenti pula.
(sindo//oz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar