BEBERAPA anak sedang bersepeda bersama di taman. Mereka tampak gembira, saling bercanda diiringi tawa. Dina memperhatikan suasana itu dari tempatnya berdiri. Ada keinginan untuk bergabung dan bermain bersama, tapi bocah berusia empat tahun itu tampak malu. Melihat itu, sang ibu yang berada di sampingnya berkata, "Ayo, sana main sama teman-teman kamu." Tapi Dina langsung menggelengkan kepalanya.
Apakah Anda pernah berada dalam situasi serupa dan bertanya-tanya bagaimana caranya agar balita Anda bisa bermain bersama teman sebayanya?
Menurut Yelia Dini Puspita MPsi dari Lembaga Psikologi Terapan (LPT) UI, hubungan pertemanan pada masa kanak-kanak akan menjadi dasar bagi interaksi sosial pada tahap-tahap usia selanjutnya. Jadi, sedini mungkin anak dapat diarahkan untuk bersosialisasi, seperti bermain dengan teman sebaya. Kelompok sebaya ini disebut juga kelompok bermain, dimana anak-anak berkumpul untuk bermain bersama.
Wanita kelahiran 7 Juli 1977 ini menuturkan bahwa kelompok bermain biasanya akan terbentuk dengan sendirinya. Beberapa faktor yang dapat menentukan terbentuknya kelompok bermain antara lain, kesamaan lingkungan tempat tinggal, kesamaan aktivitas, dan kesamaan minat.
Nah, orangtua hendaknya peka terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Perlu dipahami bahwa setiap anak berbeda-beda karakternya. Ada anak yang supel dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Ada pula yang sulit masuk ke dalam suatu lingkungan, misalnya anak yang pemalu.
"Hindari memaksa anak untuk bergabung dengan teman-temannya, apalagi memarahinya. Justru, bersikap empati terhadap anak akan lebih membantu. Orang tua dapat mengatakan pada anak 'Kakak belum siap ya untuk main sama-sama, kalau begitu kita duduk di sini dulu yuk sambil melihat teman-teman. Nanti kalau sudah siap kakak bisa bergabung.' Atau jika orang-orang yang dihadapi belum dikenal oleh anak, orangtua dapat mengajaknya berkenalan sambil memberi contoh, misalnya dengan mengatakan 'Kakak belum kenal ya dengan teman-teman? kita kenalan dulu yuk'. Yang penting, terus berikan motivasi pada anak tanpa memaksanya," jelas ibu dari Naeema Amrita Andjani (3).
Yelia mengungkapkan banyak sekali manfaat yang bisa dipetik jika anak bermain bersama teman-temannya. "Dengan bermain bersama, anak dilatih untuk mengembangkan berbagai aspek dalam diri, terutama keterampilan sosialnya, seperti kemampuan berbagi, bergantian, empati, kemampuan kerjasama dengan teman, bahkan dapat mengasah kemampuan kepemimpinan," ungkapnya.
Lalu lanjutnya, "Anak juga akan belajar menghadapi serta mengatasi kondisi emosi yang sulit, seperti rasa marah yang timbul ketika terjadi konflik dengan teman, ataupun rasa sedih dan kecewa ketika teman tidak mau bermain dengannya," ulas Yelia.
Anda pernah melihat anak Anda bermain masak-masakan bersama teman-temannya? Anda takjub bukan dengan daya imanjinasinya? Si kecil Anda bisa berperan sebagai koki yang pintar memasak aneka masakan. Ya, dengan bermain bersama, anak dilatih mengembangkan kemampuan kognitifnya, melalui permainan bermain peran misalnya (masak-masakan, sekolah-sekolahan, dokter-dokteran, tamu-tamuan, dan lain-lain), anak dilatih mengembangkan imajinasinya.
Tak hanya itu, kemampuan motorik anak juga dapat lebih berkembang dengan bermain bersama, misalnya melalui permainan petak jongkok, kejar-kejaran, atau bermain sepeda.
Peran orangtua sangat penting agar anak terlibat dalam kelompok bermain yang tepat dan sesuai. Selain memberikan kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi, orangtua juga perlu mengawasi aktivitas anak.
"Ada baiknya orangtua mengenal teman-teman anak serta berbagai aktivitas yang mereka lakukan, sehingga dapat mengetahui dan mengontrol aktivitas anaknya," saran Yelia.
Walau begitu, jangan pula terlalu membatasi anak. Bagaimana pun orangtua tidak dapat menciptakan lingkungan yang "steril" bagi anak. Anak mungkin saja mendapatkan pengaruh yang buruk dari teman, misalnya tiba-tiba saja Anda terperajat kala mendengar buah hati Anda mengucapkan kata-kata kasar setelah ia bermain dengan teman-temannya. Daripada sekedar melarang anaknya bermain atau terlalu memilih-milih dalam berteman, akan lebih bijak jika orang tua mengembangkan nilai-nilai moral yang kuat di rumah.
(Mom& Kiddie//oz)
Apakah Anda pernah berada dalam situasi serupa dan bertanya-tanya bagaimana caranya agar balita Anda bisa bermain bersama teman sebayanya?
Menurut Yelia Dini Puspita MPsi dari Lembaga Psikologi Terapan (LPT) UI, hubungan pertemanan pada masa kanak-kanak akan menjadi dasar bagi interaksi sosial pada tahap-tahap usia selanjutnya. Jadi, sedini mungkin anak dapat diarahkan untuk bersosialisasi, seperti bermain dengan teman sebaya. Kelompok sebaya ini disebut juga kelompok bermain, dimana anak-anak berkumpul untuk bermain bersama.
Wanita kelahiran 7 Juli 1977 ini menuturkan bahwa kelompok bermain biasanya akan terbentuk dengan sendirinya. Beberapa faktor yang dapat menentukan terbentuknya kelompok bermain antara lain, kesamaan lingkungan tempat tinggal, kesamaan aktivitas, dan kesamaan minat.
Nah, orangtua hendaknya peka terhadap kondisi dan kebutuhan anak. Perlu dipahami bahwa setiap anak berbeda-beda karakternya. Ada anak yang supel dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Ada pula yang sulit masuk ke dalam suatu lingkungan, misalnya anak yang pemalu.
"Hindari memaksa anak untuk bergabung dengan teman-temannya, apalagi memarahinya. Justru, bersikap empati terhadap anak akan lebih membantu. Orang tua dapat mengatakan pada anak 'Kakak belum siap ya untuk main sama-sama, kalau begitu kita duduk di sini dulu yuk sambil melihat teman-teman. Nanti kalau sudah siap kakak bisa bergabung.' Atau jika orang-orang yang dihadapi belum dikenal oleh anak, orangtua dapat mengajaknya berkenalan sambil memberi contoh, misalnya dengan mengatakan 'Kakak belum kenal ya dengan teman-teman? kita kenalan dulu yuk'. Yang penting, terus berikan motivasi pada anak tanpa memaksanya," jelas ibu dari Naeema Amrita Andjani (3).
Yelia mengungkapkan banyak sekali manfaat yang bisa dipetik jika anak bermain bersama teman-temannya. "Dengan bermain bersama, anak dilatih untuk mengembangkan berbagai aspek dalam diri, terutama keterampilan sosialnya, seperti kemampuan berbagi, bergantian, empati, kemampuan kerjasama dengan teman, bahkan dapat mengasah kemampuan kepemimpinan," ungkapnya.
Lalu lanjutnya, "Anak juga akan belajar menghadapi serta mengatasi kondisi emosi yang sulit, seperti rasa marah yang timbul ketika terjadi konflik dengan teman, ataupun rasa sedih dan kecewa ketika teman tidak mau bermain dengannya," ulas Yelia.
Anda pernah melihat anak Anda bermain masak-masakan bersama teman-temannya? Anda takjub bukan dengan daya imanjinasinya? Si kecil Anda bisa berperan sebagai koki yang pintar memasak aneka masakan. Ya, dengan bermain bersama, anak dilatih mengembangkan kemampuan kognitifnya, melalui permainan bermain peran misalnya (masak-masakan, sekolah-sekolahan, dokter-dokteran, tamu-tamuan, dan lain-lain), anak dilatih mengembangkan imajinasinya.
Tak hanya itu, kemampuan motorik anak juga dapat lebih berkembang dengan bermain bersama, misalnya melalui permainan petak jongkok, kejar-kejaran, atau bermain sepeda.
Peran orangtua sangat penting agar anak terlibat dalam kelompok bermain yang tepat dan sesuai. Selain memberikan kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi, orangtua juga perlu mengawasi aktivitas anak.
"Ada baiknya orangtua mengenal teman-teman anak serta berbagai aktivitas yang mereka lakukan, sehingga dapat mengetahui dan mengontrol aktivitas anaknya," saran Yelia.
Walau begitu, jangan pula terlalu membatasi anak. Bagaimana pun orangtua tidak dapat menciptakan lingkungan yang "steril" bagi anak. Anak mungkin saja mendapatkan pengaruh yang buruk dari teman, misalnya tiba-tiba saja Anda terperajat kala mendengar buah hati Anda mengucapkan kata-kata kasar setelah ia bermain dengan teman-temannya. Daripada sekedar melarang anaknya bermain atau terlalu memilih-milih dalam berteman, akan lebih bijak jika orang tua mengembangkan nilai-nilai moral yang kuat di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar