Kenali Tanda-tanda si Kecil Alami Gangguan Pendengaran!

BANYAK orangtua mengaku rasa penat dan stres yang melanda, langsung hilang seketika tatkala menatap wajah mungil si kecil saat terbuai dalam mimpi. Apalagi jika ia termasuk anak yang tidak rewel, tidurnya bahkan tak mudah terusik dengan suara di sekitarnya. Senang memang punya anak yang katanya 'anteng', tapi Anda perlu waspada lho! Cobalah mengevaluasi pendengaran buah hati Anda!

Hal ini diungkapkan oleh dr Yosita Rachman, SpTHT dari RS Omni Medical Centre, Pulo Mas Jakarta. "Hati-hati jika bayi tidur nyenyak, tidak terganggu suara bantingan pintu maupun suara keras lainnya, sebab kemungkinan terjadi gangguan pendengaran," imbuhnya.

Menurut Yosita, sejak berada dalam kandungan, bayi sudah dapat mendengar. Terlihat pada pemeriksaan USG, saat bayi bergerak-gerak merespon gelombang suara yang dihasilkan USG.

Setelah lahir, bayi sudah mampu mendengar suara-suara di sekitarnya. Buktinya? Ketika mendengar suara berisik, ia pun terbangun. Hanya karena perkembangan otak dan motoriknya belum sempurna, reaksi yang timbul sebatas tangisan atau membuka mata. Seiring dengan bertambahnya usia, respon yang diberikan makin beragam, misalnya menoleh, mendekat ke arah suara dan sebagainya.

Selama perkembangan ini, anak tidak cuma mampu mendengar, tetapi juga merekam jenis-jenis bunyi ke dalam otaknya. Tak heran menginjak usia 8 bulan, ia sudah bisa mengenal suara ibu, ayah, atau pengasuhnya. Rekaman ini suatu saat akan di-recall pada waktu si kecil belajar bicara.

Pekalah pada Respon Anak

Jadi, bagaimana cara mendeteksi gangguan pendengaran dengan mudah? Secara sederhana, dapat dilakukan melalui permainan bunyi seperti tepuk tangan, batuk, menabuh kaleng, dan sebagainya. Bayi normal akan memberi respon terhadap bunyi. Bisa dengan mengedipkan mata, mimik wajahnya berubah, berhenti mengisap ASI atau botol susu, terkejut serta bereaksi dengan mengangkat kaki dan tangan.

Pada bayi yang lebih besar, kerap kali merespon dengan menolehkan kepala pada sumber bunyi. Minimal, ia mencari sumber bunyi tersebut dengan gerakan mata. Jika si kecil tak bereaksi, sebaiknya orangtua segera membawanya ke dokter!

Pemeriksaan Sejak Usia 2 Hari

Pada pemeriksaan lebih lanjut, biasanya anak akan menjalani pemeriksaan audiometri sesuai umur, diantaranya tes OAE (Oto Acoustic Emission) atau BERA (Brainstem Evoked Response Auditory). Cara kerjanya dengan menggunakan komputer serta dibantu sejumlah elektroda yang ditempelkan di permukaan kulit kepala bayi. "Anak diberi rangsang suara, kemudian direkam di komputer, hasilnya berupa data dalam bentuk grafik. Nah, barulah diketahui ambang dengarnya," jelas Yosita.

Wanita lulusan Universitas Indonesia ini melanjutkan bahwa pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memastikan apakah memang benar terjadi gangguan pendengaran, jenis gangguan pendengaran serta letak kelainan yang menimbulkan gangguan pendengaran. "Sehingga dapat dicari solusi terbaik untuk perawatan selanjutnya, dengan harapan anak bisa berkomunikasi dengan atau tanpa alat bantu dengar," ulasnya.

Yosita mengakui di Indonesia kini tengah digalakkan pemeriksaan pendengaran bayi sejak usia 2 hari. Semakin cepat dan tepat intervensi dilakukan. Hasilnya akan semakin baik.

Pemeriksaan sejak dini harus dilakukan jika bayi memiliki beberapa faktor risiko. Antara lain riwayat keluarga dengan tuli kongenital (tuli bawaan/keturunan), riwayat infeksi pranatal (TORCHS = Toksoplasma, Rubela, Cytomegalo Virus, Herpes), bayi dengan kelainan anatomi telinga, bayi lahir dengan BBLR/Berat Badan lahir Rendah ( hiperbilirubinemia/bayi kuning ), asfiksia berat (lahir tidak menangis).
Lebih lanjut Yosita mengungkapkan terjadinya gangguan pendengaran akan berdampak pada keterlambatan bicara si anak kelak. Selain itu, orangtua haruslah peka dengan kondisi buah hatinya. "Waspadai jika anak sulit menangkap pembicaraan pada lingkungan ramai, ucapan anak sulit dimengerti, anak bicara terlalu lemah/keras, kemampuan bicara yang tidak lengkap atau kata-katanya banyak yang hilang, nilai di sekolah turun terutama nilai bahasa Indonesia," paparnya.

Terakhir ia berpesan, "Bila kondisi anak tuli sebagian (hearing impaired) dan bukanlah tuli total (deaf), berarti fungsi pendengaran yang berkurang tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa alat bantu dengar. Oleh karenanya sangat diperlukan deteksi dini, kalaupun harus memakai alat bantu, tetap beri dukungan yang terbaik bagi anak."
(Mom& Kiddie//oz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar