Merencanakan Kehadiran si Buah Hati

Sejauh mana pasangan baru menikah menginginkan anak? Pertanyaan itu mempunyai jawaban yang beragam. Ada yang menunda, ada juga yang menantikannya.

Pasangan suami istri (pasutri) yang baru melangsungkan pernikahan tentu merasa bahagia. Setiap pasangan memiliki pilihan untuk segera hamil atau menundanya.

Wanita yang berprofesi notaris, Weni Widiarti, mengaku telah menikah selama lima tahun dan belum dikaruniai anak. Padahal berbagai cara telah ditempuh untuk segera hamil.

"Sekitar tahun 2007, baru diketahui bahwa saya menderita penyakit kista yang menyebabkan saya tidak mempunyai anak," tutur Weni.

Kini dia tengah mengikuti program bayi tabung seperti yang disarankan dokter ahli. Hal itu sudah dilakukannya sejak awal tahun 2008. "Ditangani beberapa dokter ahli, saya mengikuti program tersebut sampai sekarang," sebutnya.

Mengenai perencanaan kehamilan, konsultan perkawinan dr Arya Hasanuddin SH SpKJ Dipl PsychPharm menyebutnya sebagai kesepakatan antara pasutri.

"Saat ini, proses kehamilan bisa diatur oleh para pasangan yang baru saja menikah," ujar Arya pada seminar awam perkembangan mutakhir penanganan medis "Ingin Anak" dalam rangka memperingati program bayi tabung di Indonesia, baru-baru ini.

Umumnya pasangan yang menginginkan anak setelah menikah berusaha dengan berbagai cara yang diketahuinya. Mulai dari melakukan hubungan intim pada masa subur, mengaplikasikan ritual minum jamu, melakukan terapi tradisional maupun modern atau cara lainnya.

"Suatu keharusan untuk mengetahui masa subur bagi para pasangan yang menginginkan anak. Dalam masa subur ini adalah masa yang memungkinkan di mana sel telur dibuahi sperma," tutur Arya yang berpraktik di Rumah Sakit Panti Wilasa, Semarang, Jawa Tengah.

Masa subur memang harus diperhatikan bagi pasangan yang ingin memperoleh anak. Hal itu bisa jadi mempercepat kehadiran anak yang diharapkan. Cara itu juga aman dan efektif. "Penyebab wanita tidak kunjung mendapat anak memang berbeda-beda. Di antaranya adalah jika pada pasangan wanita kurang subur, sedangkan pada pasangan pria tidak mempunyai sperma," tutur salah satu pelopor bayi tabung di Indonesia Dr Muchsin Jaffar SpPK.

Menurut data, diperkirakan 10%-15% pasangan suami istri di seluruh dunia mengalami gangguan kesuburan. Angka terbanyak diderita wanita yaitu 40%-60%. Ironisnya hanya 15% yang datang di klinik "reproduksi" untuk mendapatkan penanganan gangguan kesuburannya.

Muchsin menjelaskan, gangguan kesuburan atau infertilitas diartikan sebagai gagalnya pasangan usia reproduksi untuk mendapatkan kehamilan setelah dua belas bulan atau lebih usia pernikahannya dengan frekuensi hubungan suami-istri teratur, yaitu 2-3 kali seminggu tanpa perlindungan kontrasepsi.

Dia menyebutkan, persentase faktor kegagalan memperoleh anak dari pihak wanita adalah 30% dan pihak pria 30%. Kemudian, faktor yang disebabkan kedua belah pihak sebanyak 30%. "Faktor tidak diketahui penyebabnya 10%," papar Muchsin yang berpraktik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Family, Jakarta.

Sementara itu, Arya berpendapat persentase kegagalan memperoleh anak sebesar 40% disebabkan oleh wanita, 40% disebabkan pria, dan sisanya 20% disebabkan karena keduanya. Berbeda halnya jika sepasang suami istri ingin menunda proses kehamilan.

Berbagai alasan yang dikemukakan seperti belum siap, kesibukan, faktor ekonomi, atau pendapat lain yang berbeda. "Waktu yang tepat untuk memiliki anak bagi tiap pasangan adalah berbeda-beda. Namun, waktu yang tepat dalam menunda kehamilan sebaiknya tidak lebih dari satu tahun," tutur Arya yang juga psikiater dan berpraktik di klinik Psikiatri Fitrufian. (sindo//oz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar